TagarBMR.ID, Bolsel – Desa Tobayagan, Kecamatan Pinolosian Tengah, Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) sedang dihantui oleh kehadiran aktivitas pertambangan ilegal (PETI) yang semakin mengkhawatirkan.
Keberadaan PETI ini telah mencapai tingkat mengkhawatirkan, memicu langkah inisiatif dari anggota DPRD, Camat, para Sangadi, aparat, warga, serta pihak kepolisian dan TNI untuk melakukan peninjauan di tiga lokasi Peti pada Senin, 12 Juni 2023.
Sebagai upaya dalam memberantas praktik ilegal ini, Ketua DPRD, Arifin Olii, yang didampingi oleh beberapa anggota dewan, antara lain Salman Mokoagow, Sarjan Podomi, dan Petrus Keni langsung terjun ke lapangan.
Dari pihak Pemerintah Daerah diwakili oleh Camat Pinolosian Tengah, Oni Podomi, serta para Sangadi dari wilayah lingkar tambang tersebut.
Kehadiran pihak TNI dan kepolisian juga tidak luput dari peninjauan ini, dengan Kapolsek Pinolosian beserta personilnya ikut bergabung.
Peninjauan dimulai dengan mengunjungi kawasan pertambangan yang diduga menjadi milik Hani Budiman, yang juga dikenal sebagai Ko Hani.
Perjalanan menuju lokasi ini memakan waktu sekitar 45 menit menggunakan kendaraan roda empat melalui Desa Adow.
Saat tiba di lokasi, panorama yang mengerikan langsung terhampar di depan mata. Dua rendaman besar dengan diameter sekitar 900 meter persegi ditemukan.
Meskipun kabar mengenai kedatangan rombongan ini mungkin telah bocor ke telinga para pelaku, tanda-tanda baru saja ditinggalkan oleh mereka terlihat saat memeriksa dua gubuk pekerja.
Terdapat jejak-jejak aktivitas manusia yang jelas terlihat, seperti tungku yang sengaja disiram dengan air.
Meski tidak ada pekerja yang ditemukan di lokasi tersebut, dapat dipastikan bahwa wilayah yang sudah dijarah materialnya mencapai belasan hektar.
Di sekitar lokasi rendaman, juga ditemukan puluhan wadah bekas cairan sianida berserakan bersama dengan peralatan tambang lainnya.
Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa alat berat yang digunakan untuk operasi ini telah diturunkan melalui jalan perusahaan PT. JRBM.
Perjalanan peninjauan kemudian dilanjutkan ke lokasi kedua yang diduga menjadi milik Rukly Makalag dan Kunu Makalalag.
Kedua lokasi PETI ini berdekatan dan hanya dipisahkan oleh jalan perkebunan.
Untuk mencapai lokasi milik Rukly dan Kunu, diperlukan waktu sekitar 60 menit melalui jalur Desa Matandoi.
Perlu dicatat bahwa akses kendaraan menuju lokasi kedua tersebut merupakan tempat yang dekat secara geografis dengan lokasi milik Hani Budiman.
Namun akses kendaraan ke lokasi kedua harus melalui Desa Matandoi. Sementara lokasi pertama pintu masuknya lewat Desa Adow.
Begitu tiba di titik lokasi, Ketua DPRD Bolsel, Arifin Olii, dengan tegas memerintahkan seluruh rombongan untuk meninjau lokasi Rukly Makalalag yang sudah terlihat jelas di tepi jalan.
Meskipun kondisi yang serupa juga ditemui di lokasi kedua, yaitu tidak ada pekerja dan aktivitas pengolahan, namun kecurigaan mengenai operasi ini benar-benar telah terbocorkan.
Beberapa tumpukan material di lokasi rendaman sudah siap untuk diolah. Gubuk pekerja juga terlihat sengaja dikosongkan.
Di lokasi tersebut terdapat beberapa rendaman aktif yang meliputi area eksplorasi seluas belasan hektar.
Namun, pemandangan yang paling mengejutkan terlihat saat rombongan meninjai lokasi milik Kunu Makalalag.
Tumpukan material dan aktivitas pengerukan yang lebih luas menghampar sejauh mata memandang.
Menurut salah satu informan, luas wilayah yang telah dikeruk mencapai sekira 25 hektar.
Tambang yang dimiliki oleh Kunu diketahui sebagai lokasi tambang ilegal paling luas di Bolsel dengan luas kurang lebih 25 hektar.
Tak hanya itu, berdasarkan keterangan beberapa pihak, ditemukan fakta bahwa Peti ini telah dioperasikan menggunakan alat berat sejak tahun 2015.
Ketua DPRD Bolsel, Arifin Olii usai mengunjungi lokasi mengaku akan menindak lanjuti hasil peeninjaun dengan melapor secara resmi ke Polres Bolsel agar ditindak lanjuti.
“Kenapa ini kita lakukan kunjungan lokasi? yang pertama bahwa beberapa saat lalu kami mengundang pihak ke perusahaan untuk rapat dengar pendapat sudah yang ketiga kali dengan hari ini dan yang bersangkutan tidak pernah menanggapi.”
“Dua pengusaha Hani Budiman dan Rukli Makalalag yang kita coba berapa kali surati tapi kayaknya mereka tidak menghargai undangan lembaga. Ini adalah sikap pandang enteng, artinya mereka memang tidak menghargai ada lembaga DPRD di Bolsel,” kata Arifin.
Menurutnya, hal ini menjadi catatan sehingga pihaknya atas permintaan berdasarkan surat dari Desa tobayagan langsung menjadwalkan peninjauan lokasi secara langsung.
“Kami tidak punya kewenangan untuk memberhentikan tetapi kami bisa merekomendasikan ini bisa hentikan.”
“Selama tidak mengantongi izin, Peti harus ditutup. Karena kegiatan yang tidak mengantongi izin pasti ilegal dan itu melanggar aturan,” tegasnya.
Di pihak yang sama, Wakil Ketua DPRD Bolsel, Salman Mokoagow mengatakan dampak yang ditimbulkan akibat penambangan itu sudah tinjau langsung.
“Sungainya, saluran irigasi banyak yang mengalami pendangkalan.”
“Akibat dari kegiatan di lokasi tambang dampaknya sudah sampai ke kampung ke desa areal sawah tidak lagi bisa digunakan.”
“Jadi pada intinya, kita mau tambang ini ditutup dan tak ada lagi mediasi-mediasi. Pokoknya selama tidak mengantongi izin, tidak boleh ada aktivitas di atas,” cetusnya.
Bagaimana mungkin pihak-pihak yang berupaya menghentikan kegiatan ilegal ini begitu kesulitan?
Rupanya, skandal pertambangan ilegal di Bolsel ini tidak bisa dipandang sebelah mata.
Keberadaan jaringan mafia tambang yang terorganisir dengan baik dan beroperasi selama bertahun-tahun menunjukkan adanya sistem yang rumit di balik praktik ilegal ini.
Bukan hanya mempengaruhi lingkungan dan merusak ekosistem, kegiatan tambang ilegal sudah mengancam kehidupan masyarakat setempat.
Dalam beberapa tahun terakhir, desas-desus mengenai praktik Peti di Bolsel memang sudah sering terdengar.
Namun, bukti konkret yang berhasil diungkap oleh peninjauan ini mengungkapkan skala kegiatan yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. ( adve/Bobi )